Pangir dan Balimau Kasai
"Bu, ini apa?".
"Oh, ini namanya pangir".
"Untuk apa ini? Bumbu masakan?".
"Bukan, ini rempah untuk mandi... biar wangi, kan besok mau puasa".
"Iyakah?".
"Iya, mandi sunat saja!".
"Oh!".
***
Di Kampar, Kuantan, Rokan dan banyak tempat di Minangkabau dikenal tradisi "mandi balimau". Di hari terakhir bulan Sya'ban, yang disebut juga petang megang, masyarakat tumpah ruah mandi dan terjun ke sungai dengan membawa wewangian rempah khas yang diracik dari tumbuhan-tumbuhan beraroma wangi.
Sewaktu kecil (SD), saya dulu masih sering menemani sepupu-sepupu perempuan saya mencari akar kasai (kausar) ke rimba tepi kampung untuk ditumbuk bersama kambolu (embelu) dan daun limau serta tanaman wangi lainnya sehingga menjadi semacam serbuk. Saat balimau tiba, racikan wewangian ini dicampur dengan air dan disiramkan di kepala.
Meski menuai banyak kritik dari sana-sini, namun tradisi ini tetap saja marak dilakukan. Banyak alim ulama yang mengingatkan bahwa tradisi ini merupakan peninggalan pra-Islam yang tidak layak diikuti. Ada pula yang mempersoalkan bercampurbaurnya laki-laki dan perempuan di sungai sehingga membuka peluang maksiat. Bahkan tak jarang tradisi ini memakan korban jiwa karena ada muda-mudi yang hanyut terbawa arus sungai.
Meski saat ini balimau kasai hanya tinggal mandi tanpa rempah limau dan kasai, namun antusias masyarakat mengikuti tradisi tampaknya tak kunjung surut. Beberapa destinasi tempat mandi selalu diserbu pengunjung. Sepanjang sungai Kampar selalu penuh dengan orang mandi, belum lagi yang jauh-jauh mandi ke Danau Koto Panjang, ke Batang Mahat di Pangkalan Kotobaru, hingga ke Harau di Tanjung Pati.
Ternyata, di Asahan juga ada tradisi mandi balimau. Mereka menyebutnya 'mandi limau'. Hanya saja, masyarakat mandi di rumah masing-masing.
Dua hari menjelang puasa, di pasar banyak dijual rempah-rempah wewangian untuk balimau yang disebut Pangir (sepertinya ini bahasa Jawa). Tak jauh berbeda dengan ramuan kasai, Pangir terdiri dari beberapa tumbuhan segar, yaitu: - Mayang Pinang - Daun Pandan - Daun Nilam - Akar Kausar - Daun Jeruk Purut dan - Embelu.
Bedanya lagi, bila limau kasai di Kampar ditumbuk mentah untuk dijadikan bubuk, pangir justru direbus dan airnya dipakai untuk mandi.
Syak saya, nampaknya tradisi mandi sebelum Ramadhan semacam mandi balimau ini juga banyak dilakukan di tanah Melayu lainnya.
Bahkan, tradisi semacam ini juga terdapat di berbagai negara Islam lainnya. Di Tunisia misalnya, sehari sebelum Ramadhan, masyarakat bepergian ke tempat-tempat pemandian umum (yang mereka namakan sebagai al-'arbi) untuk mandi menyambut Ramadhan. (Baca liputannya tentang ini di CNN di link ini).
"Oh, ini namanya pangir".
"Untuk apa ini? Bumbu masakan?".
"Bukan, ini rempah untuk mandi... biar wangi, kan besok mau puasa".
"Iyakah?".
"Iya, mandi sunat saja!".
"Oh!".
***
Di Kampar, Kuantan, Rokan dan banyak tempat di Minangkabau dikenal tradisi "mandi balimau". Di hari terakhir bulan Sya'ban, yang disebut juga petang megang, masyarakat tumpah ruah mandi dan terjun ke sungai dengan membawa wewangian rempah khas yang diracik dari tumbuhan-tumbuhan beraroma wangi.
Sewaktu kecil (SD), saya dulu masih sering menemani sepupu-sepupu perempuan saya mencari akar kasai (kausar) ke rimba tepi kampung untuk ditumbuk bersama kambolu (embelu) dan daun limau serta tanaman wangi lainnya sehingga menjadi semacam serbuk. Saat balimau tiba, racikan wewangian ini dicampur dengan air dan disiramkan di kepala.
Meski menuai banyak kritik dari sana-sini, namun tradisi ini tetap saja marak dilakukan. Banyak alim ulama yang mengingatkan bahwa tradisi ini merupakan peninggalan pra-Islam yang tidak layak diikuti. Ada pula yang mempersoalkan bercampurbaurnya laki-laki dan perempuan di sungai sehingga membuka peluang maksiat. Bahkan tak jarang tradisi ini memakan korban jiwa karena ada muda-mudi yang hanyut terbawa arus sungai.
Meski saat ini balimau kasai hanya tinggal mandi tanpa rempah limau dan kasai, namun antusias masyarakat mengikuti tradisi tampaknya tak kunjung surut. Beberapa destinasi tempat mandi selalu diserbu pengunjung. Sepanjang sungai Kampar selalu penuh dengan orang mandi, belum lagi yang jauh-jauh mandi ke Danau Koto Panjang, ke Batang Mahat di Pangkalan Kotobaru, hingga ke Harau di Tanjung Pati.
Pangir yang dijual di Pajak Dipo, Kisaran |
Dua hari menjelang puasa, di pasar banyak dijual rempah-rempah wewangian untuk balimau yang disebut Pangir (sepertinya ini bahasa Jawa). Tak jauh berbeda dengan ramuan kasai, Pangir terdiri dari beberapa tumbuhan segar, yaitu: - Mayang Pinang - Daun Pandan - Daun Nilam - Akar Kausar - Daun Jeruk Purut dan - Embelu.
Bedanya lagi, bila limau kasai di Kampar ditumbuk mentah untuk dijadikan bubuk, pangir justru direbus dan airnya dipakai untuk mandi.
Ramuan dalam Pangir |
Bahkan, tradisi semacam ini juga terdapat di berbagai negara Islam lainnya. Di Tunisia misalnya, sehari sebelum Ramadhan, masyarakat bepergian ke tempat-tempat pemandian umum (yang mereka namakan sebagai al-'arbi) untuk mandi menyambut Ramadhan. (Baca liputannya tentang ini di CNN di link ini).
Bagaimana Komentarmu?