Asam Pode Umbut Pisang Kawuok, Kuliner 'Tuok Aghi' Zaman Berladang...
Pulang lebaran kali ini (1437 H), saya beruntung bisa mencicipi salah satu kuliner langka yang mungkin amat sangat sulit lagi dijumpai di dapur-dapur masyarakat Kampar.
Ya, ini dia ‘asam pode umbuik pisang kawuok’ (asam pedas umbut pisang kawuok). Kuliner ini termasuk kategori kategori masakan ‘tuok aghi’ (kuno). Kata orang-orang tua, dulunya masakan ini biasa dibuat ketika orang berladang.
Dari namanya, sudah pasti masakan ini terbuat dari pisang. Masyarakat Kampar memang banyak memanfaatkan pisang sebagai lauk teman makan nasi, khususnya yang muda. Misalnya saja pisang lidi muda yang sering dibuat gulai atau pongek yang direncah dengan ikan pantau. Bahkan, pisang lidi sepertinya sengaja ditanam untuk itu, untuk diambil ketika muda mentah atau diambil jantungnya, karena rasa pisang lidi ketika sudah masak tidak begitu manis dan lezat, tidak seperti saudaranya ‘pisang jari buaya’ atau ‘pisang rotan’ yang memiliki bentuk hampir sama. Selain itu, orang menanam pisang lidi untuk dimanfaatkan daunnya sebagai pembungkus, sebab daun pisang lidi terkenal kuat dan tidak mudah sobek seperti daun pisang lain.
Nah, khusus pisang kawuok, lain lagi ceritanya. Pisang kawuok (saya tidak tahu nama lainnya dalam bahasa Indonesia) adalah sejenis pisang liar yang banyak tumbuh di daratan Sumatera. Sebagian masyarakat menganggapnya sebagai hama. Pisang kawuok bisa tumbuh tanpa ditanam. Ketika masyarakat selesai membakar hutan untuk ditanam padi, pisang kawuok biasanya tumbuh sendiri entah dari mana, sama seperti halnya ‘kambe’ (paria) atau ‘lopang’ yang juga sering tumbuh sendiri sehabis membakar hutan.
Orang Melayu Riau umumnya gemar memakan umbut dan memasaknya sebagai lauk, salah satu yang paling populer adalah umbut kelapa yang rasanya sangat manis. Umbut kelapa bisa dimakan mentah-mentah atau dimasak lemak (gulai). Biasanya, orang di kampung akan menebang kelapa untuk diambil umbutnya ketika ada kenduri kawin, sedang daunnya dimanfaatkan untuk janur. Zaman sekarang, karena pokok kelapa sangat bernilai ekonomis, masyarakat mulai menggantinya dengan umbut kelapa sawit yang rasanya juga tidak kalah lezat.
Kembali ke cerita pisang kawuok, di pinggir-pinggi jalan raya, pisang kawuok juga mudah ditemukan, begitupun di pinggir sungai, di tempi kebun karet dan lain sebagainya.
Buah pisang kawuok tidak bisa dimakan, karena bijinya sangat banyak, mungkin 90% isi buahnya adalah biji. Barangkali, inilah yang menyebabkan pisang kawuok tumbuh di mana-mana secara liar, karena begitu pisang ini masak, buahnya akan dimakan monyet atau burung dam akhirnya bijinya tersebar ke mana-mana melalui tinja hewan tersebut.
Yang biasa dimanfaatkan dari pisang kawuok adalah bagian daun (sebagai pembungkus makanan), jantung, dan umbutnya. Jantung dan umbut pisang kawuok dipercaya ampuh untuk mengobati sakit maag akut. Saya pernah mendengar pengalaman beberapa orang yang sembuh dari sakit maag setelah rutin mengkonsumsi jantung pisang kawuok, bisa dilalap, direbus, atau dipupuk (diletakkan dalam abu panas/di bawah api).
Nah, sedangkan umbutnya biasa direbus atau dimasak asam pedas. Berikut prosesnya.
Cari pisang kawuok di tempat yang ada. Karena pisang ini tumbuh liar, umumnya tidak ada orang yang mengaku memiliki pisang ini, tidak seperti pisang barangan atau pisang raja yang mahal, hehehe. Tapi sebagian masyarkat juga memelihara pisang ini untuk keperluan tertentu.
Ada beberapa jenis pisang kawuok: ada yang berkulit merah dan ada yang berkulit putih. Yang paling enak dimasak asam pedas adalah yang berkulit putih.
Untuk dimasak umbutnya, pilih pisang kawuok yang masih muda yang belum berjantung. Sebab, kalau sudah berjantung, umbutnya sudah tidak ada. Terkadang, akan ditemukan jantungnya di dalam pokok pisang (layaknya janin), kalau sudah begitu cari pohon yang lebih muda.
Setelah di dapat, tebang pada bagian paling bawah, tepat di dekat rumpun, karena bagian inilah yang paling enak.
Setelah itu, kupas kulit luar pisang kawuok sehingga tersisa bagian dalam beberapa lapis yang berwarna putih, inilah yang disebut umbut pisang kawuok.
Potong-potong umbut dan cuci dengan air. Perhatikan agar getahnya tidak mengenai pakaian, karena susah dihilangkan.
Setelah diporong, pisang kawuok siap dimasak asam pedas. Kuliner asam pedas Kampar biasanya menggunakan terong asam atau juga belimbing asam sebagai perencah.
Ya, ini dia ‘asam pode umbuik pisang kawuok’ (asam pedas umbut pisang kawuok). Kuliner ini termasuk kategori kategori masakan ‘tuok aghi’ (kuno). Kata orang-orang tua, dulunya masakan ini biasa dibuat ketika orang berladang.
Dari namanya, sudah pasti masakan ini terbuat dari pisang. Masyarakat Kampar memang banyak memanfaatkan pisang sebagai lauk teman makan nasi, khususnya yang muda. Misalnya saja pisang lidi muda yang sering dibuat gulai atau pongek yang direncah dengan ikan pantau. Bahkan, pisang lidi sepertinya sengaja ditanam untuk itu, untuk diambil ketika muda mentah atau diambil jantungnya, karena rasa pisang lidi ketika sudah masak tidak begitu manis dan lezat, tidak seperti saudaranya ‘pisang jari buaya’ atau ‘pisang rotan’ yang memiliki bentuk hampir sama. Selain itu, orang menanam pisang lidi untuk dimanfaatkan daunnya sebagai pembungkus, sebab daun pisang lidi terkenal kuat dan tidak mudah sobek seperti daun pisang lain.
Nah, khusus pisang kawuok, lain lagi ceritanya. Pisang kawuok (saya tidak tahu nama lainnya dalam bahasa Indonesia) adalah sejenis pisang liar yang banyak tumbuh di daratan Sumatera. Sebagian masyarakat menganggapnya sebagai hama. Pisang kawuok bisa tumbuh tanpa ditanam. Ketika masyarakat selesai membakar hutan untuk ditanam padi, pisang kawuok biasanya tumbuh sendiri entah dari mana, sama seperti halnya ‘kambe’ (paria) atau ‘lopang’ yang juga sering tumbuh sendiri sehabis membakar hutan.
Orang Melayu Riau umumnya gemar memakan umbut dan memasaknya sebagai lauk, salah satu yang paling populer adalah umbut kelapa yang rasanya sangat manis. Umbut kelapa bisa dimakan mentah-mentah atau dimasak lemak (gulai). Biasanya, orang di kampung akan menebang kelapa untuk diambil umbutnya ketika ada kenduri kawin, sedang daunnya dimanfaatkan untuk janur. Zaman sekarang, karena pokok kelapa sangat bernilai ekonomis, masyarakat mulai menggantinya dengan umbut kelapa sawit yang rasanya juga tidak kalah lezat.
Kembali ke cerita pisang kawuok, di pinggir-pinggi jalan raya, pisang kawuok juga mudah ditemukan, begitupun di pinggir sungai, di tempi kebun karet dan lain sebagainya.
Buah pisang kawuok tidak bisa dimakan, karena bijinya sangat banyak, mungkin 90% isi buahnya adalah biji. Barangkali, inilah yang menyebabkan pisang kawuok tumbuh di mana-mana secara liar, karena begitu pisang ini masak, buahnya akan dimakan monyet atau burung dam akhirnya bijinya tersebar ke mana-mana melalui tinja hewan tersebut.
Yang biasa dimanfaatkan dari pisang kawuok adalah bagian daun (sebagai pembungkus makanan), jantung, dan umbutnya. Jantung dan umbut pisang kawuok dipercaya ampuh untuk mengobati sakit maag akut. Saya pernah mendengar pengalaman beberapa orang yang sembuh dari sakit maag setelah rutin mengkonsumsi jantung pisang kawuok, bisa dilalap, direbus, atau dipupuk (diletakkan dalam abu panas/di bawah api).
Nah, sedangkan umbutnya biasa direbus atau dimasak asam pedas. Berikut prosesnya.
rumpun pisang kawuok, tumbuh liar di pekarangan |
Ada beberapa jenis pisang kawuok: ada yang berkulit merah dan ada yang berkulit putih. Yang paling enak dimasak asam pedas adalah yang berkulit putih.
Untuk dimasak umbutnya, pilih pisang kawuok yang masih muda yang belum berjantung. Sebab, kalau sudah berjantung, umbutnya sudah tidak ada. Terkadang, akan ditemukan jantungnya di dalam pokok pisang (layaknya janin), kalau sudah begitu cari pohon yang lebih muda.
Setelah di dapat, tebang pada bagian paling bawah, tepat di dekat rumpun, karena bagian inilah yang paling enak.
mengambil umbut pisang kawuok |
umbut pisang kawuok, setelah kulit luar dibuang |
umbut pisang kawuok setelah dipotong-potong |
umbut pisang kawuok dimasak asam pedas |
Bagaimana Komentarmu?