Sepenggal Doa Dalam Dala'ilul Khairat...
Setiap petang Kamis atau Jum'at, di kampung saya biasanya selalu diadakan acara wirid yang ramai diikuti oleh kaum ibu.
Selain untuk pengajian, acara ini juga bertujuan untuk mempererat silaturrahim antara warga kampung, sebab tempat acara ini biasanya selalu berpindah dari satu rumah ke rumah lainnya secara bergiliran.
Wirid biasanya diisi dengan pembacaan Surah Yasin atau juga siraman ruhani, dan pemilik rumah kemudian menyediakan juadah ala kadarnya bagi sekalian majelis yang hadir.
Satu hal yang menarik, tak jarang wirid ini ditutup dengan pembacaan doa penutup dari kitab Dala'ilul Khairat.
Di kampung saya, kitab Dala'ilul Khairat disebut masyarakat sebagai sughek sholawat [surat sholawat], karena memang isi dari kitab ini adalah kumpulan sholawan dan madah kepada baginda Rasulullah Saw.
Kitab ini amat populer di masa dinasti Utsmani dan tersebar ke seluruh dunia Islam. Hal ini dapat kita lihat dari salah satu keterangan yang terdapat di awal kitab, sebagai berikut ini:
Artinya:
Kumpulan dalam kitab ini berisi bacaan wirid dan munajat, qasidah, hizib, dan sholawat ke atas Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang Beliau berbicara dengan jawami' al-kalim dan hikmah dan fashlul khitab.
Semoga yang membacanya mendapat surga Adn yang pintunya terbuka luas bagi mereka,
Adapun cetakan ini telah diterima dan telah ditashih sesuai naskah aslinya yang dicetakan di Astanah Aliyyah [Istanbul], Mesir dan India, dan telah dicetak dan diterbitkan ke seluruh penjuru negeri Islam".
Sekelumit tentang kitab Dala'ilul Khairat, kitab ini dikenal cukup kontroversial, konon di awal revolusi Hijaz dan Nejed di permulaan abad XX, kitab ini sempat dilarang peredarannya di wilayah Saudi sekarang, serta dilarang pula diadakan majelis-majelis untuk pembacaan kitab ini.
Kitab ini lengkapnya berjudul Dala'ilul Khairat wa Syawariqul Anwar fi Dzikris Sholati Alan Nabiyyil Mukhtar [دلائل الخيرات وشوارق الأنوار في ذكر الصلاة على النبي المختار], disusun oleh Syaikh Muhammad bin Sulaiman Al-Jazuli, seorang ulama bermazhab Maliki dan penganut Thariqah Syadzaliyah yang hidup pada abad ke-IX hijriyah.
Syaikh Muhammad Jazuli ini merupakan salah seorang keturunan Rasulullah Saw dari nasab Hasan bin Ali radhiyallahu 'anhu. Beliau berasal dari kabilah Jazulah yang menempati wilayah Sus di Maghribi [Maroko].
Dalam perjalanannya menuntut ilmu, beliau berkelana hingga ke Fes, dan di kota inilah beliau mengarang Dalailul Khairat dengan bantuan percetakan Univeristas Qarawayn, Setelah itu beliau melanjutkan perjalanan Mekkah, Madinah dan tinggal di sana beberapa tahun lamanya. Lalu beliau ke Quds di Palestina dan setelah itu kembali ke tanah kelahiran beliau di Maghribi hingga wafat pada tahun 869 H atau 1454 M.
Alkisah menceritakan, adapun latar belakang beliau mengarang kitab ini adalah disebabkan suatu peristiwa yang cukup unik. Dalam kitab Jami' Karamatil Auliya yang ditulis oleh Imam An-Nabhani, diceritakan bahwa suatu ketika Syaikh Jazuli hendak menunaikan sholat, tapi beliau tidak menemukan air, sumur yang ada dekat rumah beliau telah mengering. Seketika itu, tiba-tiba beliau melihat seorang anak perempuan berdiri di kejauhan di tempat yang agak tinggi. Lalu anak perempuan itu berkata:
"Siapa gerangan Tuan?".
"Saya Muhammad Jazuli". Jawab Syaikh Jazuli. Lalu beliau menceritakan tentang dirinya.
"Kalau begitu, engkau adalah orang yang dipandang baik oleh masyarakat". Ujar anak perempuan tersebut.
Maka seketika itu, tiba-tiba terpancarlah air dari dalam sumur kering tersebut, lalu airnya melimpah sampai ke bibir sumur. Seketika itu, Syaikh Jazuli bertanya:
"Demi Allah, dari mana engkau beroleh keutamaan ini?".
Anak perempuan itu menjawab:
"Berkat banyak bersholawat ke atas baginda Rasulullah Saw".
Maka setelah itu, beliau bersumpah akan mengarang sebuah kitab yang berisi rangkaian sholawat ke atas Baginda Rasulullah Saw. Dari sinilah kemudian beliau mengarang Dala'ilul Khairat.
Ada satu peristiwa lain yang juga cukup mencengangkan yang dialami Syaikh Jazuli. Ketika beliau bermuqim di kota Madinah, beliau selalu merutinkan membaca sholawat dalam Dala'ilul Khairat, dan suatu ketika beliau berdiri menghadap Raudhah di masjid Nabawi, seraya mengucapkan salam kepada Rasulullah Saw yang berbunyi:
"Assalamu 'alaika ya Zainal Mursalin".
Maka tiba-tiba terdengar suara sahutan dari suatu arah, yang menjawab:
"Wassalamu alaika ya Zainas Sholihin...".
Sahutan itu didengar oleh banyak orang yang hadir di masjid Nabawi kala itu.
Baiklah, benar atau tidaknya kisah-kisah di atas Wallahu A'lam. Kita tinggalkan sejenak kontroversi ini.
Bagi saya, ada satu penggalan doa yang menarik dalam kitab Dala'ilul Khairat. Sepenggal doa tersebut berisi permohonan kepada Allah Swt agar pembacanya dipermudah untuk berziarah ke Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, serta diberi karunia agar bisa tinggal di dua kota suci ini hingga ajal menjemput, artinya: agar ketika wafat kelak, diwafatkan di kota Mekkah atau Madinah.
Sepenggal doa itu berbunyi [lihat yang digaris merah]:
Artinya:
"[Ya Allah] Mudahkanlah kami untuk berziarah ke tanah Haram Engkau [Mekkah] dan tanah haram nabi-Mu [Madinah] sebelum engkau mewafatkan kami. Dan kekalkanlah kedudukan kami sebagai penduduk di tanah Haram Engkau [Mekkah] dan tanah haram nabi-Mu [Madinah] sampai kami wafat".
Sepenggal doa ini mengingatkan kita pada sosok Syaih Muhammad al-Ghazali, salah seorang ulama murid dari Syaikh Hasan Al-Banna, dan juga guru dari Syaikh Yusuf al-Qaradhawi, yang mana salah satu cita-cita dan harapan beliau adalah dapat tinggal dan berkubur di kota Madinah, tepatnya di pemakaman sahabat Rasulullah Saw di Baqi'.
Dan doa beliau tersebut dibulkan Allah Swt, yang mana di masa-masa terarkhir kehidupan beliau, pemerintah Kerajaan Saudi merawat beliau yang sakit di Kota Madinah sesuai permintaan beliau, hingga beliau akhirnya wafat dan dikuburkan di kota tersebut.
Sebuah doa yang melampaui rasa cinta pada tanah kelahiran!
Selain untuk pengajian, acara ini juga bertujuan untuk mempererat silaturrahim antara warga kampung, sebab tempat acara ini biasanya selalu berpindah dari satu rumah ke rumah lainnya secara bergiliran.
Wirid biasanya diisi dengan pembacaan Surah Yasin atau juga siraman ruhani, dan pemilik rumah kemudian menyediakan juadah ala kadarnya bagi sekalian majelis yang hadir.
Satu hal yang menarik, tak jarang wirid ini ditutup dengan pembacaan doa penutup dari kitab Dala'ilul Khairat.
Di kampung saya, kitab Dala'ilul Khairat disebut masyarakat sebagai sughek sholawat [surat sholawat], karena memang isi dari kitab ini adalah kumpulan sholawan dan madah kepada baginda Rasulullah Saw.
Kitab ini amat populer di masa dinasti Utsmani dan tersebar ke seluruh dunia Islam. Hal ini dapat kita lihat dari salah satu keterangan yang terdapat di awal kitab, sebagai berikut ini:
Artinya:
Kumpulan dalam kitab ini berisi bacaan wirid dan munajat, qasidah, hizib, dan sholawat ke atas Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang Beliau berbicara dengan jawami' al-kalim dan hikmah dan fashlul khitab.
Semoga yang membacanya mendapat surga Adn yang pintunya terbuka luas bagi mereka,
Adapun cetakan ini telah diterima dan telah ditashih sesuai naskah aslinya yang dicetakan di Astanah Aliyyah [Istanbul], Mesir dan India, dan telah dicetak dan diterbitkan ke seluruh penjuru negeri Islam".
Sekelumit tentang kitab Dala'ilul Khairat, kitab ini dikenal cukup kontroversial, konon di awal revolusi Hijaz dan Nejed di permulaan abad XX, kitab ini sempat dilarang peredarannya di wilayah Saudi sekarang, serta dilarang pula diadakan majelis-majelis untuk pembacaan kitab ini.
Kitab ini lengkapnya berjudul Dala'ilul Khairat wa Syawariqul Anwar fi Dzikris Sholati Alan Nabiyyil Mukhtar [دلائل الخيرات وشوارق الأنوار في ذكر الصلاة على النبي المختار], disusun oleh Syaikh Muhammad bin Sulaiman Al-Jazuli, seorang ulama bermazhab Maliki dan penganut Thariqah Syadzaliyah yang hidup pada abad ke-IX hijriyah.
Syaikh Muhammad Jazuli ini merupakan salah seorang keturunan Rasulullah Saw dari nasab Hasan bin Ali radhiyallahu 'anhu. Beliau berasal dari kabilah Jazulah yang menempati wilayah Sus di Maghribi [Maroko].
Dalam perjalanannya menuntut ilmu, beliau berkelana hingga ke Fes, dan di kota inilah beliau mengarang Dalailul Khairat dengan bantuan percetakan Univeristas Qarawayn, Setelah itu beliau melanjutkan perjalanan Mekkah, Madinah dan tinggal di sana beberapa tahun lamanya. Lalu beliau ke Quds di Palestina dan setelah itu kembali ke tanah kelahiran beliau di Maghribi hingga wafat pada tahun 869 H atau 1454 M.
Alkisah menceritakan, adapun latar belakang beliau mengarang kitab ini adalah disebabkan suatu peristiwa yang cukup unik. Dalam kitab Jami' Karamatil Auliya yang ditulis oleh Imam An-Nabhani, diceritakan bahwa suatu ketika Syaikh Jazuli hendak menunaikan sholat, tapi beliau tidak menemukan air, sumur yang ada dekat rumah beliau telah mengering. Seketika itu, tiba-tiba beliau melihat seorang anak perempuan berdiri di kejauhan di tempat yang agak tinggi. Lalu anak perempuan itu berkata:
"Siapa gerangan Tuan?".
"Saya Muhammad Jazuli". Jawab Syaikh Jazuli. Lalu beliau menceritakan tentang dirinya.
"Kalau begitu, engkau adalah orang yang dipandang baik oleh masyarakat". Ujar anak perempuan tersebut.
Maka seketika itu, tiba-tiba terpancarlah air dari dalam sumur kering tersebut, lalu airnya melimpah sampai ke bibir sumur. Seketika itu, Syaikh Jazuli bertanya:
"Demi Allah, dari mana engkau beroleh keutamaan ini?".
Anak perempuan itu menjawab:
"Berkat banyak bersholawat ke atas baginda Rasulullah Saw".
Maka setelah itu, beliau bersumpah akan mengarang sebuah kitab yang berisi rangkaian sholawat ke atas Baginda Rasulullah Saw. Dari sinilah kemudian beliau mengarang Dala'ilul Khairat.
Ada satu peristiwa lain yang juga cukup mencengangkan yang dialami Syaikh Jazuli. Ketika beliau bermuqim di kota Madinah, beliau selalu merutinkan membaca sholawat dalam Dala'ilul Khairat, dan suatu ketika beliau berdiri menghadap Raudhah di masjid Nabawi, seraya mengucapkan salam kepada Rasulullah Saw yang berbunyi:
"Assalamu 'alaika ya Zainal Mursalin".
Maka tiba-tiba terdengar suara sahutan dari suatu arah, yang menjawab:
"Wassalamu alaika ya Zainas Sholihin...".
Sahutan itu didengar oleh banyak orang yang hadir di masjid Nabawi kala itu.
Baiklah, benar atau tidaknya kisah-kisah di atas Wallahu A'lam. Kita tinggalkan sejenak kontroversi ini.
Bagi saya, ada satu penggalan doa yang menarik dalam kitab Dala'ilul Khairat. Sepenggal doa tersebut berisi permohonan kepada Allah Swt agar pembacanya dipermudah untuk berziarah ke Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, serta diberi karunia agar bisa tinggal di dua kota suci ini hingga ajal menjemput, artinya: agar ketika wafat kelak, diwafatkan di kota Mekkah atau Madinah.
Sepenggal doa itu berbunyi [lihat yang digaris merah]:
Artinya:
"[Ya Allah] Mudahkanlah kami untuk berziarah ke tanah Haram Engkau [Mekkah] dan tanah haram nabi-Mu [Madinah] sebelum engkau mewafatkan kami. Dan kekalkanlah kedudukan kami sebagai penduduk di tanah Haram Engkau [Mekkah] dan tanah haram nabi-Mu [Madinah] sampai kami wafat".
Sepenggal doa ini mengingatkan kita pada sosok Syaih Muhammad al-Ghazali, salah seorang ulama murid dari Syaikh Hasan Al-Banna, dan juga guru dari Syaikh Yusuf al-Qaradhawi, yang mana salah satu cita-cita dan harapan beliau adalah dapat tinggal dan berkubur di kota Madinah, tepatnya di pemakaman sahabat Rasulullah Saw di Baqi'.
Dan doa beliau tersebut dibulkan Allah Swt, yang mana di masa-masa terarkhir kehidupan beliau, pemerintah Kerajaan Saudi merawat beliau yang sakit di Kota Madinah sesuai permintaan beliau, hingga beliau akhirnya wafat dan dikuburkan di kota tersebut.
Sebuah doa yang melampaui rasa cinta pada tanah kelahiran!
Bagaimana Komentarmu?