Pada tanggal 28 Agustus 1992, masyarakat kenegarian Pulau Gadang meninggalkan tanah kelahiran menuju wilayah pemukiman baru. Antara cinta tanah tumpah darah dan harapan akan hari depan yang lebih baik, kampung harus ditinggalkan.
Ada banyak cerita di balik ini, kalau sempat akan saya tulis di kesempatan lain. Tapi yang pasti, Proyek PLTA Kotopanjang yang membendung sungai Kampar merupakan awal semua kisah ini.
Warga dari 10 desa dan negeri, [di antaranya: Muara Mahat, Koto Tuo, Muara Takus, Batu Bersurat, Pongkai, Tanjung Pauh, Tanjung Balit, termasuk Pulau Gadang harus meninggalkan kampung yang akan segera digenangi oleh air danau PLTA]. Mereka menjadi transmigran lokal di tanah baru, memulai kehidupan baru, semua berlangsung hingga hari ini.
Kini, sudah 23 tahun kampung itu ditinggalkan, dan 18 tahun sudah kampung itu direndam air danau. Rumah, sekolah, surau dan bangunan lain barangkali sudah menjadi tempat ikan bersarang di dasar danau.
Bagi yang lahir di tahun 1985 ke bawah, sedikit banyak kenangan tersimpan di benak mereka tentang kampung yang terendam ini. Barangkali, foto-foto ini bisa menceritakan sedikit di antaranya.
|
Kantor wali [kepala Desa] dan balai adat Pulau Gadang lama, terletak di Jl. Sumbar-Riau |
|
Musyawarah adat XIII Koto Kampar di Pulau Gadang |
|
Masjid Al-Muslimin Kampung Pasar |
Tak bisa diungkapkan dgn kata2,,
ReplyDelete;(;(;(
Terasa nuansa Minang nya
ReplyDelete